Jumat, 19 Agustus 2011

Posted by Byyou Pradana On 10.55

A. Pengertian dan Hukum Nikah

Sebuah keluarga itu, terbentuk dari perkawinan. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan belum dapat disebut keluarga apabila belum diikat oleh perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan diperlukan untuk membetuk keluarga. Bagaimana pengertian dan hukum perkawinan? Perhatikan dan pelajari uraian berikut.


1. Pengertian nikah

Kata nikah (نِكَاحُ) atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia , sebagai padanan kata perkawinan (زَوْج) yang artinya ialah berkumpul, bercampur, menghimpun, atau mengumpulkan. Denagn kata lain Nikah berarti adanya ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan pergaulan antara seseorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulaka hak dan kewajiban antara keduanya, dan diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.


Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara dua orang laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga untuk mendapatkan keturunan yang dilaksanakan menurut ketentuan syariat islam. Jadi karena Perkawinan merupakan suatu akad yang mengandung beberapa hukum dan syarat rukun nikah, dan Keabsahan rukun nikah dibutuhkan empat hal, yaitu;
a. Sigat Akad Nikah 
b. Wali
c. Dua orang saksi 
d. Mahar 


2. Hukum Pernikahan

Pada dasarnya pernikahan itu diparintahkan atau dianjurkan oleh Syar’I Firman Allah SWT.

Artinya:Maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu sukai , dua, tiga, atau empat,tetapi kalau kamu kawatir tidak dapat berlaku adil (antara perempuan-perempuan itu) ,hendaklah satu saja….(Qs. An Nisa’:3)


Dan sabda Rasulluloh ;


عن اَنهَسِ بْنِ مَالِكٍ رضى اللهُ عنهُ : انَّ النبى صم حَمِدَ اللهُ وَاَنْثَى عليهِ وَقَالَ : لَكِنِّى اَنَا اُصَلِّى وَاَنَامُ وَاَصُوْمُ وَاُ فْطِرُ وَاَتَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَتِى فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى و مسليم) 


Dari Anas bin Malik Ra. Bahwasanya, Nabi Saw memuji Alloh dan mengagungkannya, beliau bersabda; akan tetapi aku sholat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan menikahi perempuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku maka bukanlah dia dari golonganku (HR. Bukhori dan Muslim).Jumhur ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima.


a. Sunah

Mereka sepakat bahwa asal pernikahan adalah sunah. Firman Allah:


dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

Sabda Rasul;

يَا مَعْشَرَالشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَائَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، ومَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. (رواه البخاري والمسليم)


Hai pemuda apabila diantara kamu, Kuasa untuk menikah maka nikahlah sebab nikah itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya. (HR. Bukhori dan Muslim).

b. Mubah (boleh), bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.

c. Wajib bagi seseorang yang dilihat dari pertumbuhan jasmaniah sudah layak untuk menikah, kedewasaan rohaniahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah serta untuk menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh pada perbuatan mesum (zina).

d. Makruh bagi seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaniahnya sudah layak, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang, tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal hidup bserta isteri kemudian anaknya. Untuk mengendalikan nafsunya dianjurkan untuk menjalankan puasa.

e. Haram bagi seseorang yang manikahi wanita dengan tujuan ingin menyakiti, mempermainkan, dan memeras hartanya.


B. Akad, Syarat Dan Rukun Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi: 

a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai. Kerelaan kedua calon mempelai. Maka tidak sah jika salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah, sebagaimana hadits Abu Hurairah: “Janda tidak boleh dinikahkan sehingga dia diminta perintahnya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta ijinnya.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?”. Beliau menjawab:. “Bila ia diam”. (HR. Bukhari dan Muslim). Kecuali jika mempelai wanita masih kecil yang belum baligh maka walinya boleh menikahkan dia tanpa seijinnya

b. Adanya ijab qabul. Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi SAW. untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim). 



Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah SAW. telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.


c. Adanya Mahar (mas kawin) Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya. Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)


Adanya Wali Dari Abu Musa RA. Nabi SAW. bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.1836). Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim. 


Wali merupakan salah satu rukun nikah dan berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam yang lima kecuali Nasa’i).


Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada para wali:


“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu” (QS. An-Nuur: 32)

“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka” (QS. Al-Baqoroh: 232)


dan ayat-ayat yang lainnya. 

Adanya saksi dalam akad nikah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir: “Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil (baik agamanya, pent).” (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557). Maka tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil. Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang difahami oleh para sahabat Nabi dan para Tabi’in, dan para ulama setelah mereka. Mereka berkata: “Tidak sah menikah tanpa ada saksi”. Dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini diantara mereka. Kecuali dari kalangan ahlu ilmi Muta’akhirin (belakangan)”.


d. KHABAR 

Adanya Saksi-Saksi Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557). Menurut sunnah Rasul SAW, sebelum aqad nikah disunahkan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat. 


· Sigat Akad Nikah yaitu ucapan calon suami atau wakilnya pada saat akad nikah. Menyebutkan lafadz akad secara jelas (ta’yin), masing-masing kedua mempelai dan tidak cukup hanya mengatakan: “Saya nikahkan kamu dengan anak saya” apabila mempunyai lebih dari satu anak perempuan. Atau dengan mengatakan: “ Saya nikahkan anak perempuan saya dengan anak laki-laki anda” padahal ada lebih dari satu anak laki-lakinya. Ta’yin ias dilakukan dengan menunjuk langsung kepada calon mempelai, atau menyebutkan namanya, atau sifatnya yang dengan sifat itu ias dibedakan dengan yang lainnya.

· Wali bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya, kemudian ayah dari bapak terus ke atas, anaknya yang laki-laki, cucu laki-laki dari anak lakilakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya, kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia seorang budak, pent), kemudian baru hakim sebagai walinya.


· akad nikah harus dihadiri dua orang saksi atau lebih dari laki-laki yang adil dari kaum muslimin.


· Mahar adalah pemberian sesuatu dari calon suami kepada calon istri pada saat akad nikah. Hukum Mahar adalah wajib. Perintah membanyar mahar terdapat dalam QS An-Nisa’ /4 ;4 & 25 dan Hadits. Mahar ada dua macam, yaitu mahar musammam artinya mahar yang kepastian jumlahnya disepakati oleh kedua belah pihak, yang kedua mahar misl artinya mahar yang jumlah, bentuk & jenisnya ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku pada daerahnya. 

C. Persiapan Pelaksanaan Pernikahan 


1. Meminang atau Khitbah


Khitbah artinya pinangan yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat perjodohan, dari seorang laki-laki kepada perempuan calon isterinya atau sebaliknya dengan perantaraan seorang yang dipercaya..


Firman Allah:


Artinya: Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik atau harus menyembunyikan keinginan mengwini mereka dalam hatimu…(QS.Al Baqarah:235)


a. Hukum Melihat Perempuan yang Akan Dinikahi


Hukum melihat adalah dibolehkan, sepanjang tidak melanggar ketentuan syarak. Kebolehan melihat perempuan sebatas telapak tangan atau wajah. Melihat perempuan haram hukumnya apabila dimaksudkan untuk berbuat yang negative terhadap perempuan. Dalam Qs An –Nuur /24:30 Allah berfirman;


Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".


Dalam hal meminang (melihat perempuan) adalah dibolehkan, baik oleh dirinya sendiri maupun mewakilkan kepada orang lain. Kebolehan itu untuk menghindari sesuatu yang cacat di antara keduanya yang berakibat putusnya pernikahan setelah peminangan. Rasulullah bersabda:


اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمُ الْمْرْأَةَ فَاِنِ اسْتَطَاعَ اَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا اِلَى مَا يَدْعُوْهُ اِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ. رواه احمد وابو داوود.


“Apabila seorang diantara kalian mengkhitbah (meminang) seorang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)


Dalam hadits lain:


“Lihatlah dia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan diantara kalian berdua” (HR. At-Tirmidzi, 1087)

Hadits tersebut menunjukkan bolehnya melihat apa yang lazimnya nampak pada wanita yang dipinang tanpa sepengetahuannya dan tanpa berkhalwat (berduaan) dengannya. Para ulama berkata:

“Dibolehkan bagi orang yang hendak meminang seorang wanita yang kemungkinan besar pinangannya diterima, untuk melihat apa yang lazimnya nampak dengan tidak berkholwat (berduaan) jika aman dari fitnah”.


Dalam hadits Jabir, dia berkata:


“Aku (berkeinginan) melamar seorang gadis lalu aku bersembunyi untuk melihatnya sehingga aku bisa melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku menikahinya” (HR. Abu Dawud, no. 2082).

Hadits ini menunjukkan bahwa Jabir tidak berduaan dengan wanita tersebut dan si wanita tidak mengetahui kalau dia dilihat oleh Jabir. Dan tidaklah terlihat dari wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh (keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk melihatnya, bisa mengutus wanita yang dipercaya untuk melihat wanita yang dipinang kemudian menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.


Berdasarkan apa yang diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Ummu Sulaim untuk melihat seorang wanita (HR. Ahmad).

Barangsiapa yang diminta untuk menjelaskan kondisi peminang atau yang dipinang, wajib baginya untuk menyebutkan apa yang ada padanya dari kekurangan atau hal lainnya, dan itu bukan termasuk ghibah.


Dan diharamkan meminang dengan ungkapan yang jelas (tashrih) kepada wanita yang sedang dalam masa ‘iddah (masa tunggu, yang tidak bisa diruju’ oleh suami atau ditinggal mati suaminya). Seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi Anda”. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:


“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita wanita itu dengan sindiran” (QS. 2: 235) 


Dan dibolehkan sindiran dalam meminang wanita yang sedang dalam masa ‘iddah. Misalnya dengan ungkapan: “Sungguh aku sangat tertarik dengan wanita yang seperti anda” atau “Dirimu selalu ada dalam jiwaku”.

Ayat tersebut menunjukkan haramnya tashrih, seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi anda” karena tashrih tidak ada kemungkinan lain kecuali nikah. Maka tidak boleh memberi harapan penuh sebelum habis masa ‘iddahnya.


Diharamkan meminang wanita pinangan saudara muslim lainnya. Barangsiapa yang meminang seorang wanita dan diterima pinangannya, maka diharamkan bagi orang lain untuk meminang wanita tersebut sampai dia diijinkan atau telah ditinggalkan.


Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia menikah atau telah meninggalkannya” (HR. Bukhari dan Nasa’i).



Dalam riwayat Muslim: “Tidak halal seorang mukmin meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia meninggalkannya”. Dalam hadits Ibnu Umar: “Janganlah kalian meminang wanita yang telah dipinang saudaranya” (Muttafaqun ‘alaih). Dalam riwayat Bukhari: “Janganlah seorang laki-laki meminang di atas pinangan laki-laki lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau dengan seijinnya”.

Hadits-hadits tersebut menunjukkan atas haramnya pinangan seorang muslim di atas pinangan saudaranya, karena hal itu menyakiti peminang yang pertama dan menyebabkan permusuhan diantara manusia dan melanggar hak-hak mereka. Jika peminang pertama sudah ditolak atau peminang kedua diijinkan atau dia sudah meninggalkan wanita tersebut, maka boleh bagi peminang kedua untuk meminang wanita tersebut. Sesuai dengan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Hingga dia diijinkan atau telah ditinggalkan”. Dan ini termasuk kehormatan seorang muslim dan haram untuk merusak kehormatannya.


Sebagian orang tidak peduli dengan hal ini, dia maju untuk meminang seorang wanita padahal dia mengetahui sudah ada yang mendahului meminangnya dan telah diterima oleh wanita tersebut. Kemudian dia melanggar hak saudaranya dan merusak pinangan saudaranya yang telah diterima.


2. Hal ini adalah perbuatan yang sangat diharamkan dan pantas bagi orang yang maju untuk mengkhitbah wanita yang telah didahului oleh saudaranya ini untuk tidak diterima dan dihukumi haram, juga mendapat dosa yang sangat besar. Maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan masalah ini dan menjaga hak saudaranya sesama muslim. Sesungguhnya sangat besar hak seorang muslim atas saudara muslim lainnya. Janganlah meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya dan jangan membeli barang yang dalam tawaran saudaranya dan jangan menyakiti saudaranya dengan segala bentuk hal yang menyakitkan.


3. Cara mengajukan pinangan


a. Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya dinyatakan secara terang-terangan.


b. Pinangan kepada janda yang masih ada dalm masa iddah thalaq bain atau di tinggal mati suami, tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dilakukan secara sendirian saja. Seperti dalam Firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah ayat 235 tersebut diatas.


4. Perempuan yang boleh dipinang


Perempuan-perempuan yang boleh dipinang dari tiga.


a. Perempuan yang bukan isteri orang, bukan dalam masa iddah, bukan pula dalam pinangan orang lain, boleh dipinang dengan sendirian atau terus terang , sebagaimana sabda nabi SAW:


Artinya: Janganlah salah satu seorang diantara kamu meminang atas pinangan saudaranya , kecuali pinangan sebelumnya meninggalkan pinangan itu atau memberikan izin kepadanya (HR.Bukhari dan Muslim)


b. Perempuan yang tidak boleh di pinang, baik secara sindira ataupun terus terang, yaitu perempuan dalam status isteri orang lain atau masih dalam iddah raj’i.


c. Perempuan yang bukan dalam iddah Raj’i boleh dipinang yaitu:


1) Perempuan dalam iddah yang wafat boleh dipinang dengan sindiran tetapi tidak dengan terus terang 


2) Perempuan beriddah thalq tiga (Bain Kubra) dan :


3) Perempuan yang beriddah karena thalaq bain sughra atau karena sebab fasakh. 


5. Melihat calon istri atau suami


Ada beberapa pendapat tentang batas kebolehan melihat seorang pereempuan yang akan dipinang sebagai berikut:


a. Pendapat Jumhur ulama, yaitu boleh melihat wajah dan ke dua telapak tangan , karena dengan demikian akan dapat diketahui kehalusan tubuh dan kecantikannya.

b. Abu Dawud berpendapat boleh melihat seluruh tubuh .

c. Imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki,muka dan telapak tangan. Mughiroh bin Syu’ban telah meminang seorang perempuan, kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, apakah engkau telah melihatnya? Mughirah berkata “Belum” Rasulullah bersabda:


Artinya : Amat-amatilah perempuan itu, karena hal itu lebih akan lebih membawa kepada kedamaian dan kemesraan kamu berdua (H.R. Thurmudzi).


6. Mahrom atau perempuan yang haram dinikahi 

Mahram adalah orang , baik laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapun sebab-sebab yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seorang laki-laki dapat dibagi menjadi dua.

a. Sebab haram dinikahi dinikahi untuk selamanya dapat dibagi menjadi empat


1) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nashab

a) Ibu
b) Nenek secara mutlak dan semua jalur ke atasnya
c) Anak perempuan dan anak perempuannya beserta semua jalur ke bawah
d) Anak perempuan dari anak laki-laki dan perempuannya beserta semua jalur ke bawah.
e) Saudara perempuan secara mutlak , anak-anak perempuan dan anak perempuannya anak laki-laki dan saudara perempuan tersebut beserta jalur ke bawah.
f) Ammah (bibi dari jalur ayah) secara mutlak beserta jalur ke atasnya.
g) Khalal (bibi dari jalur ayah) secara mutlak beserta jalur keatasnya.
h) Anak perempuannya saudara laki-laki secara mutlak.
i) Anak perempuannya anak laki-laki, anak perempuannya anak perempuan beserta jalur kebawahnya. Sebagaimana Firman Alloh;


Artinya: diharamkan atas kalian (menikahi) ibi-ibu kalian,anak-anak perempuan kalian, saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian, (bibi jalur ayah) , saudara-saudara perempuan ibu kalian (bibi dari jalur ibu) anak-anak perempuannya saudara-saudara laki-laki kalian , anak perempuannya saudara perempuan kalian (QS.An Nisa:23)


2) Wanita-wanita yang haram dinikahi sebab pertalian nikah, mereka adalah sebagai berikut:


a) Isteri ayah dan isteri kakek beserta jalur keatasnya , karena Allah SWT berfirman: 
Artinya : Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi ayah-ayah kalian.(QS. An Nisa:22)

b) Ibu asteri (ibu mertua) dan nenek ibu isteri.

c) Anak perempuan isteri (anak perempuan tiri) , jika seseorang telah menggauli ibunya , anak perempuannya istei (cucu perempuan dari anak perempuan tiri), anak perempuannya anak laki-laki isteri (cucu perempuan dari anak laki-laki tiri), karena Allah SWT berfirman:


Artinya : (diharamkan atas kalian menikahi) ibu-ibu isteri kalian (ibu mertua) , anak-anak perempuan istri kalian yang ada dalam peliharaan kalian gauli, tetapi jika kalian belum campur dengan isteri kalian itu (dan sudah kamu ceraikan ) maka tidak berdosa kalian mengawininya (QS. An Nisa’:23)


3) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena susuan


a) Ibu-ibu yang diharamkan 
b) Anak-anak perempuan 
c) Saudara-saudara perempuan 
d) Para amah (para bibi dai jalur ayah)
e) Para khalah (para bibi dari jalur ibu)
f) Anak perempuannya saudara perempuan 
g) Anak perempuannya dari saudara laki-laki


4) Wanita yang telah dili’an.


Suami haram menikahi wanita yang telah dili’anya untuk selama-lamanya, karena Rasulullah SAW bersabda:


Artinya: Suami istri yang telah melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi selama-lamanya (HR. Abbu Daud)

b. Sebab haram dinikah sementara

1) Pertalian nikah

Perempuan yang masih ada dalam ikatan perkawinan , haram dinikah dengan laki-laki lain , termasuk perempuan yang masih ada dalam masa iddah baik iddah talaq maupun iddah wafat. Allah SWT berfirman:


Artinya: janganlah kamu bertekad untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuan dalam iddah wafat sebelum iddahnya habis (QS.A Baqarah: 235)


2) Thalaq bain kubra (perceraian sudah tiga kali)

Thalaq bain kubro adalah tiga. Seorang laki-laki yang mencerai isteri dengan thalq tiga , haram baginya untuk menikah dengan mantan isterinya itu selama mantan isteri itu belum kawin dengan laki-laki lain. Jelasnya ia boleh menikah dengan mantan isterinya dengan syarat mantan isteri itu:

a) Telah manikah dengan laki-laki lain (suami baru)
b) Telah nyata-nyata dicampuri oleh suami baru,
c) Telah dicerai suami baru secar wajar (bukan dengan di paksa, disogok, atau tahu sama tahu)
d) Telah habis masa iddah thalaq dari suami baru.

Sebagaimana firman Allah QS Al Baqarah :230


3) Memadu dua orang perempuan bersaudara


Seorang laki-laki yang mempunyai pertalian nikah dengan perempuan (termasuk dalam masa iddah thalaq raj’i) haram baginya menikah dengan:


a) Saudara perempuan isterinya , baik kandung seayah maupun seibu
b) Saudara perempuan ibu isterinya (bibi isteri) baik kandung seayah maupun kandung seibu dengan ibu isterinya,
c) Saudara pere,puan bapak istrinya (bibi isterinya ) baik kandung seayah maupun kandung seibu dengan bapak isterinya
d) Anak perempuan saudara perempuan isterinya (kemenakan istrinya) baik kandung seayah maupau kandung seibu
e) Anak perempuan saudar laki-laki isterinya baik kandung seayah maupau kandunga seibu
f) Semua perempuan yang bertalian susuan dengan isterinya. Allah SWT berfirman:


Artinya : diharamkn bagimu memadu dua orang perempuan yang bersaudara , kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. (QS. An Nisa : 23)


4) Berpoligami lebih dari empat orang 

Laki-laki yang beristeri lebih dari empat orang , haram menikah yang kelima . seorang laki-laki boleh memperisteri perempuan maksimal empat

5) Perbedaan agama


Mahram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam.

a) Perempuan musyrik haram dinikahi laki-laki muslim

b) Perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki non muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama selain islam. Sebagaimana Firman Allah dalam surah Al Baqarah: 221.


7. Prinsip Kafaah dalam pernikahan


a. Pengertian


Kafaah atau kufu artinya kesamaan , kecocokan dan kesetaran . Dalam kontek pernikahan berarti adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon isteri dalam segi (keturunan), status social (jabatan,pangkat) agama (akhlak), dan harta kekayaan.


b. Hukum kafaah


Kafaah adalah hak perempuan dari walinya . beberapa pendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan dalam kafaah, yaitu sebagai berikut:


a) Sebagian ulam mengutamakan bahwa kafaah itu diukur dengan nasab (keturunan) , kemerdekaan , ketaatan , agama, pangkat pekerjaan, dan kekayaan.


b) Pendapat lain mengatakan bahwa kafaah itu diukur dengan ketaatan menjalankan agama. Laki-laki yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu dengan perempuan yang akhlaknya mulia.


c. Kufu ditinjau dari segi agama. Sebagaimana firman Allah QS. Al Baqarah :221 . Dari ayat tersebut dijelaskan orang yang sekufu dinilai dari seseorang itu sama-sama beriman. Orang yang musyriq tidak sekufu dengan orang yang beriman. 


d. Kufu ditinjau dari segi iffah artinya terpelihara dari segala yang haram dalam pergaulan. Maka bukan dianggap sepadan bagi orang yang dari keturunan yang baik-baik , menikah dari orang yang keturunan pezina, walaupaun masih seagama.


Allah SWT berfirman:


Artinya: Laki-laki yang berzina tidak boleh menikahi dengan siapapun, kecuali dengan wanita yang berzina atau wanita musyrik, dan wanita yang berzina siapapun tidak boleh menikahinya, kecuali laki-laki yang berzina atau musyrik. Dan demikian yang diharamkan atas orang-orang yang berima. (QS. An Nur:3)


8. Syarat dan rukun nikah


a. Pengertian

Rukun nikah adalah unsur pokok yang hrus dipenuhi untuk menjadikan suatu sahnya pernikahan, suatu sistem kehidupan special yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan umat manusia di jagad raya ini.


Syarat dan rukun nikah ada 3, yaitu:

1. Adanya 2 calon pengantin yang terbebas dari penghalang-penghalang dari sahnya nikah, misalnya: wanita tersebut bukan termasuk orang yang diharamkan untuk dinikahi (mahram) baik karena senasab, sepersusuan atau karena sedang dalam masa ‘iddah, atau sebab lain. Juga tidak boleh jika calon mempelai laki-lakinya kafir sedangkan mempelai wanita seorang muslimah. Dan sebab sebab lain dari penghalang-penghalang syar’i.


2. Adanya ijab yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikannya dengan mengatakan kepada calon mempelai pria: “Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.


3. Adanya qobul yaitu lafadz yang diucapkan oleh calon mempelai pria atau orang yang telah diberi ijin untuk mewakilinya dengan mengucapkan: “Saya terima nikahnya”. Syaikhul islam Ibnu Taymiah dan muridnya, Ibnul Qoyyim, menguatkan pendapat bahwa nikah itu sah dengan segala lafadz yang menunjukkan arti nikah, tidak terbatas hanya dengan lafadz Ankahtuka atau Jawwaztuka.


Orang yang membatasi lafadz nikah dengan Ankahtuka atau Jawwaztuka karena dua lafadz ini terdapat dalam Al Qur’an. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:



“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia” (QS. Al-Ahzab: 37)


Dan firman-Nya yang lain:



“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu” (QS. An-Nisa’:22)


Akan tetapi kejadian yang disebutkan dalam ayat tersebut tidak berarti pembatasan dengan lafadz tersebut (tazwij atau nikah). Wallahu a’lam. Dan akad nikah bagi orang yang bisu bisa dengan tulisan atau isyarat yang dapat difahami. Apabila terjadi ijab dan qobul, maka sah-lah akad nikah tersebut walaupun diucapkan dengan senda gurau tanpa bermaksud menikah (Jika terpenuhi syarat dan tidak ada penghalang sah-nya akad, pent). Karena Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 


“Ada 3 hal yang apabila dilakukan dengan main-main maka jadinya sungguhan dan jika dilakukan dengan sungguh sungguh maka jadinya pun sungguhan. Yaitu: talak, nikah dan ruju’” (HR. Tirmidzi, no. 1184).


Syarat dan rukun nikah tersebut diatas adalah; 

1. Calon suami, syaratnya adalah sebagai berikut
a. Beragama islam
b. Jelas bahwa ia laki-laki
c. Atas keinginan dan pilihannya sendiri(tidak paksaan)
d. Tidak beristeri empat (termasuk isteri yang telah dicerai tetapi dalam masa iddah /waktu tunggu) 
e. Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon istri. Tidak mempunyai isteri yang haram baginya
f. Tidak sedang berjikhram haji atau umrah.






2. Calon isteri, syaratnya adalah sebagai berikut

a) Beragama islam
b) Jelas bahwa ia seorang perempuan 
c) Telah mendapat izin dari walinya
d) Tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah
e) Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami
f) Belum pernah dili’an (dituduh zina) oleh calon suaminya
g) Jika ia perempuan janda, harus atas kemauan sendira, bukan terpaksa
h) Jelas ada orangnya 
i) Tidak sedang ihram haji atau umrah.


3. Wali syaratnya adalah sebagai berikut

a) Laki-laki
b) Beragama islam
c) Sudah baligh(dewasa)
d) Berakal
e) Merdeka(tidak budak)
f) Adil
g) Tidak sedang melaksanakan ihram.

4. Dua orang saksi, syaratnya adalah sebagai berikut


a) Dua orang laki-laki
b) Beragama islam
c) Dewasa /baligh, berakal, merdeka, dan adil
d) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
e) Hadir dalam ijab qabul

5. Ijab dan qobul, syaratnya adalah sebagai berikut


a) Menggunakan kata yang bermakna menikah
b) Lafaz ijab qabul diucapkan oleh pelaku akad nikah
c) Antara ijab dan qabul tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain
d) Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan suatu apapun
e) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.


D.Wali dan Saksi

Wali dan saksi dalam pernikahan merupakan dua hal yang sangat menentukan sah atau tidaknya pernikahan. Yang keduanya harus memenuhi syarat-syarat ketentuan. Rasulullah SAW bersabda:


ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﺔ ﺭ.ﺽ ﻘﺎﻟﺖ:ﻗﺎﻝﺭﺴﻮﻝَﷲ ﺻﻟﻢ. ﺃَﻴُّﻢَﺍﻤْﺭَﺃَﺓٍ ﻨَﮏَﺤَﺖْ ﺒِﻐَﻴْﺭِ ﺇِﺬْﻦٍ ﻮَﻠِﻴَّﻬَﺎﻔَﻧِﮑَﺤُﻬَﺎﺒَﺎﻄِﻞٌ، ﻔَﺎِﻦْ ﺪَﺨَﻞَ ﺒِﻬَﺎ ﻔَﻠَﻬَﺎﺍْﻠﻤَﻬْﺮَ ﺒِﻤَﺎ ﺍﺴْﺘَﺤَﻞَّ ﻤِﻦْ ﻔَﺮْﺠِﻬَﺎ ﻔَﺎِﻦِﺍﺸْﺗَﺠَﺮُﻮْﺍ ﻔﺎﻠﺴﻠﻄﺎﻦﻮﻠﻲﻤﻦﻻﻮﻠﻲﺑﮭﺎ


Artinya:


Dari aisyah ra. Ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tidak seijin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran antara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)


1. Wali Nikah

a. Pengertian Wali

Seluruh madzab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki sesuai dengan pilihan perempuan itu


b. Kedudukan Wali

Sabda Rasulullah SAW:


ﻻَﺗُﺰَﻮََّّﺝُﺍﻠْﻤَﺭْﺃَﺓُ ﺍﻠْﻤَﺭْﺃَﺓَ ﻮَﻻَ ﺗُﺰَﻮَّﺝِﺍﻠْﻤَﺭْﺃَﺓُ ﻨَﻔْﺴَﻬَﺎ. ﺭﻮﺍﻩﺍﺒﻥﻤﺎﺠﺔ ﻮﺍﻟﺪﺭﻗﻂﻰ


Artinya:


Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lain, dan jangan pula ia menikahkan dirinya sendiri (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)


Rasulullah bersabda:


ﻻَﻨِﮑَﺎﺡَﺇِﻻَّﺒِﻮَﺍﻟِﻲٍّ ﻤُﺭْﺸِﺪٍ


Artinya: Tidaklah sah pernikahan kecuali dengan wali yang dewasa.


c. Syarat-syarat Wali

1) Merdeka (mempunyai kekuasaan)
2) Berakal
3) Baligh
4) Islam

Kebolehan bapak dan kakek menikahkan anak perempuannya tanpa minta izin terlebih dahulu padanya adalah dengan syarat-syarat sebagai berikut

1) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
2) Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami itu mampu membayar mas kawin
4) Calon suami tidak cacat yang membahayakan pergaulan dengan dia seperti orang buta


d. Macam Tingkatan Wali

Wali nikah terbagi menjadi dua macam, yaitu wali nashab dan wali hakim. Wali nashab adalah wali dari pihak kerabat dan wali nikah hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu pula.

Di bawah ini dikemukakan tingkatan dari yang terkuat hak mewakilinya sampai yang terlemah.

1) Ayah
2) Kakek dari pihak bapak terus ke atas, atau orang yang mendapat kepercayaan ayah
3) Saudara laki-laki kandung
4) Saudara laki-laki sebapak
5) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
7) Paman (saudara bapak) sekandung
8) Paman (saudara bapak) sebapak
9) Anak laki-laki atau paman kandung
10) Anak laki-laki dari paman laki-laki
11) Hakim


e. Wali mujbir

Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dari gadis untuk dinikahkan, dengan tiada meminta izin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.


f. Wali Hakim

Wali hakim ialah pejabat yang beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaannya di Indonesia dilakukan oleh Kepala Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi hakim (biasanya yang diangkat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim.


Sabda Rasulullah:


ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﺔ ﺭَضِيَ اللهُ عنهاَ ﻘﺎﻟﺖ:ﻗﺎﻝ ﺭﺴﻮﻝُﷲِ ﺻﻟﻢ. ﺃَﻴﻢﺍﻤﺭﺃﺓﻨﮏﺤﺖﺒﻐﻴﺭﺇﺬﻦﻮﻠﻴﻬﺎﻔﻧﮑﺤﻬﺎﺒﺎﻄﻞ, ﻔﺎﻦﺪﺨﻞﺒﻬﺎﻔﻠﻬﺎﺍﻠﻤﻬﺮﺒﻤﺎﺍﺴﺘﺤﻞﻤﻦﻔﺮﺠﻬﺎﻔﺎﻦﺍﺸﺗﺠﺮﻮﺍﻔﺎﻠﺴﻠﻄﺎﻦﻮﻠﻲﻤﻦﻻﻮﻠﻲﺑﮭﺎ


Artinya:


Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tiada seizin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran diantara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)

Sebab-sebab perempuan berwali hakim

1) Tidak ada wali nashab
2) Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada
3) Wali yang lebih dekat ghaib sejauh perjalanan safar yang memperbolehkan mengqasar salat
4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram/ibadah haji
5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai

g. Wali Adhal

Wali adhal ialah yang tidak mau menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya itu tidak disetujui adanya pernikahan adanya pernikahan anaknya atau cucunya dengan calon suami karena tidak sesuai dengan kehendak walinya, padahal wanita yang hendak menikah itu barakal sehat dan calon suami juga dalam keadaan sekufu. Apabila terjadi hal seperti tersebut diatas, maka perwalian itu pindah langsung pada wali hakim, sebab adhal itu dzalim sedang yang dapat menghalalkan kedzaliman adalah hakim.


ﻔﺎﻦﺍﺸﺘﺠﺭﻮﺍﻔﺎﻟﺻﻟﻄﻄﺎﻦﻮﻟﻲﻤﻦﻻﻮﻟﻲﻟﻬﺎ(ﺭﻮﺍﻩﺃﺑﻮﺪﺍﻮﺪﻮﺍﻟﺘﺭﻤﺬﻯﻮﺍﺐﻤﺎﺠﺔ)


Artinya:


Kalau (wali-wali itu) enggan (menikahkan) maka hakim wali perempuan yang tidak mempunyai wali” (HR. Abu Daud, Turnmudzi, dan Ibnu Hiban)


2. Saksi Nikah

a. Kedudukan Saksi

Kedudukan saksi dalam pernikahan, yaitu seperti berikut.

1) Untuk lebih menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan orang lain terhadap pergaulan mereka
2) Untuk menguatkan janji mereka berdua begitu pula terhadap keturunannya.

Seperti haknya wali, saksi juga salah satu rukun dalam pernikahan. Tidak sah suatu pernikahan yang dilaksanakan tanpa saksi


b. Jumlah dan Syarat Saksi

Saksi dalam pernikahan disyaratkan dua orang laki-laki. Selanjutnya ada dua pendapat tentang saksi laki-laki dan perempuan. Jika pernikahan disaksikan oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan, maka nikahnya tidak sah. Pendapat lain mengatakan sah saja.


Berdasarkan firman Allah SWT:


ﻮﺍﺴﺘﺸﻬﺪﻮﺍﺸﻬﻴﺪﻴﻦﻤﻦﺮﺠﺎﻠﮎﻢﻔﺈﻦﻠﻢﻴﮏﻮﻧﺎﺮﺠﻠﻴﻦﻔﺮﺠﻞﻮﺍﻤﺮﺃﺗﺎﻦﻤﻤﻦﺗﺮﺿﻮﻦ


Artinya:


…Angkatlah dua orang saksi laki-laki di antara kamu jika tidak ada angkatlah satu orang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu setujui…(QS. Al Baqarah:282)


c. Syarat-syarat saksi dalam pernikahan

1) Laki-laki
2) Beragama islam
3) Baligh
4) Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad
5) Bisa berbicara
6) Adil


Sabda Rasulullah:


ﻻﻧﮑﺎﺡﺍﻻﺑﻮﺍﻠﻲﻮﺷﺎﻫﺪﻯﻋﺪﻞ


Artinya:


Sahnya suatu pernikahan hanya dengan wali dan dua orang saksi yang adil(HR. Ahmad)


3. Ijab Qabul

Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerah kepada pihak pengantin laki-laki.

Qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.

Adapun syarat-syarat ijab qabul:

a. Orang yang berakal dan sudah tamyiz
b. Ijab qabul diucapakan dalam satu majlis
c. Tidak ada pertentangan antara keduanya
d. Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya melakukan akad
e. Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau yang seperti dengan kata-kata itu
f. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya setahun, sebulan, dan sebagainya.



4. Khotbah Nikah

Disunnahkan ketika hendak akad nikah, memulai dengan khutbah sebelumnya yang disebut khutbah Ibnu Mas’ud (khutbatul hajjah) yang disampaikan oleh calon mempelai pria atau orang lain diantara para hadirin. Khotbah nikah adalah pidato yag dibacakan sebelum akad nikah dilangsungkan. Pada dasarnya isi dan redaksi khotbah nikah tidak berbeda dengan khotbah lainnya, yaitu dimulai dengan bacaan tahmid, kemudian syahadat, shalawat atas nabi, membaca ayat-ayat Al-Quran, kemudian nasihat untuk pengantin, dan diakhiri dengan doa. Bedanya terletak pada isi nasihat ditekankan pada bekal pengantin terutama mengingatkan hak dan kewajiban suami isteri yang mesra, intim, serasi, sakinah, rukun, damai, saling asah, saling asih, dan saling asuh untuk selamanya. Sebagaimana contoh lafadznya sebagai berikut :


ان الحمد لله، نستعينه، ونسبغفيره، ونبوب اليه، ونعوذ بالله من شرور انفسنا، وسيأت اعمالنا، من يهده الله، فلا مضلّ له، وَمَايُضْلِلْ، فَلاَ هَادِيَ لَهْ، واشهد ان لااله الا الله واشهد ان محمد عبده ورسوله.


“Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal usaha kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. (HR. Imam yang lima dan Tirmidzi menghasankan hadits ini).


Setelah itu membaca tiga ayat Al-Qur’an berikut ini:


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali ‘Imran: 102).


Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisaa’: 1)


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.


5. Mahar


a. Pengertian dan hukum mahar

Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada isteri sebab pernikahan. Bila berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al-Quran.

Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan karena Allah SWT:


ﻮَﺀَﺍﺗُﻮﺍﺍﻠﻨِّﺴَﺎﺀَﺼَﺪُﻗَﺗِﻬِﻦَّﻨِﺤْﻠَﺔً


Artinya:

Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian hibah / tanda cinta (QS. An Nisa:4)

b. Ukuran Mahar

Pemberian mahar adalah kewajiban seorang suami kepada calon isteri sebagai symbol penghargaan kepada seorang perempuan. Karena simbul ukurannya dapat materi dan non materi. Nabi menganjurkan kesederhanaan dalam menentukan mahar.


Rasulullah bersabda:


ﺗَﺰَﻮَّﺝْ ﻮَﻠَﻮْﺒِﺧَﺎﺗِﻢِ ﻤِﻦْ حَدِﻴْﺪٍ(ﺭﻭﺍﻩﺍﺤﻤﺪﻭﺍﺒﺔﺪﻭﺪ)


Artinya:


Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Macam-macam mahar 


Jenis macam mahar ada dua:


1) Mahar Musamma, yaitu mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad nikah berlangsung


2) Mahar Mitsil, yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat dengan melihat status social, umur, kecantikan, gadis atau janda
Cara Membayar Mahar 


Pembayaran mahar dapat dilaksanakan secara kontan dan dihutang. Apabila kontan maka dapat dibayarkan sebelum dan sesudah nikah. Apabila pembayaran dihutang maka:


1) Wajib dibayar seluruhnya apabila sudah dicampuri atau salah satu dari keduanya meninggal, dan wajib dibayar separoh apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan suami telah mencerai isteri sebelum dicampuri. Apabila mahar tidak disebut dalam akad nikah (mitsil) maka suami hanya wajib memberikan mut’ah. Sebagaimana firman Allah:


2) ﻭﺇﻦﻂﻟﻘﻨﻤﻭﻫﻦﻤﻦﻗﺒﻝﺃﻥﺘﻤﺴﻭﻫﻥﻮﻗﺪﻔﺮﺿﺘﻢ 


Artinya:


Jika kalian menceraikan isteri-isteri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka, padahal kalian sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang kalian sudah tentukan (QS. Al Baqarah:237)


6. Walimah dan Hikmahnya
Pengertian Walimah 


Walimah berasal dari kata walm yang artinya ikatan atau pertemuan. Walimah ‘Urs atau pesta pernikahan adalah pesta yang diselenggarakan setelah akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada para undangan, sebagai pernyataan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT.
Hukum Menyelenggarakan Walimah ‘Urs 


Jumhur ulama berpandapat bahwa mengadakan walimah ‘urs hukumnya sunah muakad, berdasrkan sabda Rasulullah:


ﻘﺎﻞﺮﺴﻭﺍﷲﻠﻌﺑﺪﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺒﻦﻋﻭﻑﺍﻭﻠﻢﻭﻠﻭﺑﺷﺎﺓ(ﻤﺗﻔﻖﻋﻠﻴﻪ)


Artinya:


Rasulullah SAW Bersabda kepada bin auf: “Adakanlah pesta walaupun hanya memotong seekor kambing (HR. Mutafaqun ‘Alaihi)
Hukum Menghadiri Walimah 


Hukum menghadiri walimah adalah wajib, sebagaimana sabda Rasululah:


ﻗﺎﻞﺍﺬﺍﺩﻋﻰﺍﺤﺩﮐﻢﺍﻠﻰﻭﻠﻴﻤﺔﻔﻠﻴﺄﺗﻬﺎ(ﻤﺗﻔﻖﻋﻠﻴﻪ)


Artinya:


Rasululah SAW bersabda: jika salah seorang di antaramu di undang untuk menghadiri suatu pesta, hendaklah ia menghadirinya (Mutafaqun ‘Alaihi)

Hikmah Walimah 


Adapun hikmah diadakan walimah ‘urs


1) Menyiarkan pernikahan karena sunah hukumnya dan berusaha menghindari nikah siri (rahasia)
2) Mengungkapkan rasa gembira dalam menikmati kebaikan
3) Agar pernikahan diketahui oleh orang banyak
4) Memberikan rangsangan segera menikah kepada orang yang suka membujang.


E. Macam-Macam Pernikahan Terlarang


1. Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seorang dengan tujuan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu.

2. Nikah Syighar (kawin tukar)

Nikah syighar ialah wali bagi seorang perempuan menikahkan yang ia walikan kepada laki-laki lain tanpa mas kawin, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan memberikan imbalan, yaitu mau mengawinkan wanita dibawah perwaliannya,


ﻋﻦﺍﺑﻦﻋﻤﺮﺮﺿﻲﺍﷲﻋﻨﻪﺍﻦﺍﻠﻨﺒﻲﺼﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻰﻪﻮﺴﻠﻡﻨﻬﻰﻋﻨﻰﺍﻠﺸﻐﺎﺮﻔﻰﺍﻠﻌﻘﺪﻭﺍﺍﻠﺸﻐﺮﺃﻦﻴﺰﻭﺝ ﺍﻠﺮﺠﻞﺍﺒﻨﺗﻪﻋﻠﻰﺍﻦﻴﺰﻭﺠﻪﺍﺒﻨﺗﻪﻭﻠﻴﺱﺒﻴﻨﻬﻤﺎﺼﺪﺍﻖ(ﺭﻭﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯﻭﻤﺴﻠﻢ)


Artinya:


Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW melarang syighar dalam akad penikahan. Syighar ialah mengawinkan seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunangan kedua mumpelai tidak disertai mas kawin (HR. Bukhori muslim).

3. Nikah Muhallil

Nikah muhallil ialah nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan perempuan yang dinikahinya bagi bekas suaminya yang telah menthalaq tiga untuk kawin lagi

4. Nikah Beda Agama


ﻭﻻﺘﻧﮑﺤﻭﺍﺍﻠﺸﺭﮐﺖﺤﺘﻰﻴﺆﻣﻦ ﻭﻻﻣﺔﻣﺆﻣﻧﺔﺨﻴﺭﻣﻦﻣﺸﺮﮐﺔﻭﻠﺃﻋﺠﺒﺗﮐﻢ


Artinya:


Jangan nikah perempuan-perempuan musyrik (kafir) sehingga mereka beriman, sesungguhnya hamba sahaya yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik, meskipun ia menarik hatimu (karena kecantikannya) janganlah kamu nikahkan perempuan muslimah dengan laki-laki musyrik sehingga ia beriman (QS. Al Baqarah: 221)



ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﺔﺭﺭﺽﻘﺎﻟﺖ:ﻗﺎﻝﺭﺴﻮﻝﷲﺻﻟﻢ. ﺃﻴﻢﺍﻤﺭﺃﺓﻨﮏﺤﺖﺒﻐﻴﺭﺇﺬﻦﻮﻠﻴﻬﺎﻔﻧﮑﺤﻬﺎﺒﺎﻄﻞ, ﻔﺎﻦﺪﺨﻞﺒﻬﺎﻔﻠﻬﺎﺍﻠﻤﻬﺮﺒﻤﺎﺍﺴﺘﺤﻞﻤﻦﻔﺮﺠﻬﺎﻔﺎﻦﺍﺸﺗﺠﺮﻮﺍﻔﺎﻠﺴﻠﻄﺎﻦﻮﻠﻲﻤﻦﻻﻮﻠﻲﺑﮭﺎ




Artinya:


Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tiada seizin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran diantara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)

E. Hak dan Kewajiban Suami Isteri


1. Kewajiban Berasama Suami Isteri

a. Mewujudkan pergaulan yang serasi, rukun, damai, dan saling pengertian
b. Menyayangi anak-anaknya
c. Memelihara, menjaga, mengajar, dan mendidik anak


2. Kewajiban Suami

a. Kewajiban member nafkah.
b. Kewajiban bergaul dengan isteri secara baik (QS an-Nisa: 19)
c. Kewajiban memimin kelarga (QS an-Nisa :34)
d. Kewajiban mendidik keluarga (QS At-Tahrim: 6)


3. Kewajiban Isteri

a. Kewajiban menaati suami
b. Kewajiban menjaga kehormatan (QS An-Nisa: 34)
c. Kewajiban mengatur rumah tangga
d. Kewajiban mendidik anak (QS Al-Baqarah: 228)
Posted by Byyou Pradana On 10.47



1. Pengertian Pembunuhan 

Pembunuhan yaitu melenyapkan nyawa seseorang sehingga menjadi mati, baik disengaja maupun tidak, memakai alat maupun tidak. 

2. Dasar Hukum Larangan Membunuh 

Pembunuhan yang disengaja adalah dosa besar. Karenanya Allah dan Rasul-Nya melarang dengan tegas perbuatan tersebut. Firman Allah swt : 

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”. (Q.S. Al Isra’/17 : 33) 

Karena tegasnya larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang saling membunuh tanpa alas an yang dibenarkan oleh syara’, maka orang yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka. Nabi saw bersabda : 

القا تل والمقتول فى النار (رواه البخارى ومسلم ) 


“ Pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka “ (H.R. al-Bukhori-Muslim). 


Bahkan orang yang bersekongkol dalam pembunuhan, akan diancam dengan sangsi yang berat. 


من اعان على قتل مسلم ولو بشطر كلمة لقي الله مكتوب بين عينيه (يا ئس من رحمة الله ) 


“ Barang siapa menolong membunuh seseorang muslim meskipun dengan sepotong kalimat, maka diantara kedua matanya akan tertulis ungkapan (putus asa/ jauh) dari rahmat Allah ).” 


Kecuali dalam tiga hal, kita dibolehkan untuk membunuh. Nabi saw. Bersabda : 


لا يحل قتل امرئ مسلم الا باحدى ثلاث كفر بعد ايمان وزنا بعد احصان و قتل نفس بغير حق ظلما وعدوانا (رواه مسلم ) 


“ Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali tiga hal : kufur sesudah beriman, berzina setelah berkeluarga, dan membunuh seorang tanpa alasan yang benar karena semata berbuat dhalim dan permusuhan” (H.R. Muslim). 


3. Macam- Macam Pembunuhan dan hukumannya 


a. Pembunuhan yang disengaja (قتل العمد ), yaitu pembunuhan yang dilakukan seseorang dengan alat yang lazim dipakai untuk membunuh atau alat yang bisa membunuh, baik dengan anggota badan orang yang membunuh maupun, maupun tanpa menggunakan alat. Pembunuhan jenis ini biasanya terencana. 

Contoh pembunuhan dengan menggunakan alat yang lazim untuk membunuh, misalnya membunuh dengan senjata api, pengeboman, dengan racun serangga, dan lain-lain. Pembunuhan dengan alat yang bisa membunuh tetapi bukan lazim untuk membunuh misalnya memukul dengan tongkat, dengan batu dan lain-lain. Membunuh dengan anggota badan pembunuh, misalnya dipukuli, dicekik, diinjak-injak dan lain-lain. Pembunuhan tanpa menggunakan alat, misalnya membiarkan seseorang tanpa makan dan tanpa minum. 

Hukuman bagi pelaku pembunuhan yang disengaja adalah qishash, artinya si pembunuh harus dibunuh juga, sebagaimana dia telah membunuh orang lain. Pelaksana qishash adalah hakim, tidak boleh menghakimi sendiri. Tetapi apabila keluarga si terbunuh memaafkan maka pelaku pembunuhan wajib membayar diyat mughaladzah (denda berat). Pembayaran diyat ini diambil dari harta si pembunuh dan harus diberikan kepada keluarga si terbunuh dengan tunai . 


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. (Q.S. Al Baqarah :178). 

Orang yang membunuh sedikitnya telah melanggar tiga macam hak, yaitu hak Allah, hak ahli waris yang terbunuh, dan hak yang terbunuh. Balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris apakah diqishash atau diampuni dengan membayar diyat, sedangkan hak Allah dan hak si terbunuh, Allah akan member balasan di akherat kelak. 


b. Pembunuhan seperti disengaja (قتل شبه العمد ), yaitu pembunuhan yang dilakukan seseorang dengan alat yang menurut perkiraan tidak akan menyebabkan kematian, dan orang yang membunuh tidak bermaksud membunuh oranglain. Misalnya seseorang memukul kepala orang lain tapi tiba-tiba yang dipukul mati, seseorang mendorong temannya ke belakang, lalu jatuh dan mengakibatkan kematian dan lai-lain. 

Hukuman bagi pelaku pembunuhan seperti disengaja tidak diqishash melainkan wajib membayar diyat mughaladzah (denda berat) atas keluarga yang terbunuh, dan dibayar secara berangsur kepada keluarga terbunuh selama tiga tahun, setiap tahun dibayar sepertiganya. Rasulullah saw bersabda : 


الا ان دية الخطاء و شبه العمد ما كان بااسوط والعصا مائة من الابل منها اربعون فى بطونها اولدها (اخرجه ابو دودوالنسائ وابن ماجه ) 


“Ingatlah bahwa denda bagi pembunuhan tersalah seperti disengaja itu kalau dengan cambuk dan tongkat ialah seratus ekor unta, empat puluh diantaranya sedang bunting” (H.R. Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Majah). 


c. Pembunuhan yang tidak disengaja ( قتل الخطئ ), yaitu pembunuhan yang sama sekali tidak disengaja membunuh. Misalnya seseorang sedang menembak binatang buruan, tapi terkena manusia sehingga mati. Seseorang melempar mangga diatas pohon dengan batu tetapi batunya mengenai kepala orang sehingga mengakibatkan kematian, dan lan-lain. 

Hukuman bagi pelaku pembunuhan tersalah tidak diqishash melainkan wajib membayar diyat mukhofafah (denda ringan) yang harus dibayar kepada keluarga terbunuh. Bayaran itu dilakukan selama tiga tahun, tiap tahun sepertiganya. Dan pembunuh tersalah juga harus membayar kifarat. Firman Allah swt . 


“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. An-Nisa’ : 92). 


4. Hikmah Larangan Membunuh 

Diantara hikmah syariat larangan membunuh antara lain : 

a. Agar manusia tidak berbuat semena-mena terhadap harga diri manusia, sebalikya ia akan menghargai keberadaan manusia. 

b. Manusia akan menempatkan manusia yang lain dalam kedudukan yang tinggi baik dimata hukum maupun dihadapan Allah swt. 

c. Menjaga dan menyelamatkan jiwa manusia. 




A. QISHOSH 

1. Pengertian Qishash 


Qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan anggota badan seseorang, yang dilakukan dengan sengaja. Apabila seseorang membunuh dengan sengaja maka hukumannya dibunuh pula. Apabila merusak atau menghilangkan anggota badan orang lain dengan sengaja atau menganiaya, maka balasannya diberikan seperti pelaku berbuat kepada korbannya. Misalnya jika seseorang memotong telinga orang lain dengan sengaja dan aniaya, maka ia harus dipotong telinganya pula. Pelaksanaan qishash diserahkan kepada hakim, agar mendapat putusan yang seadil-adilnya dan tidak boleh dihakimi sendiri. Kecuali apabila dimaafkan oleh korban atau anggota keluarganya yang terbunuh maka qishash tidak dilaksanakan. 


2. Dasar Hukum Larangan Qishash 

Membunuh dengan sengaja hukumnya haram, dan pelakunya selain di dunia harus dijatuhi hukuman, kelak di akherat akan mendapat siksa yang pedih. Dasar hukum dilaksanakannya qishash telah ditegaskan baik di dalam Al Qur’an maupun hadits. Allah swt berfirman dalam Q.S Al Baqarah /2 :178) 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. (Q.S. Al Baqarah :178). 

Selain itu membunuh termasuk dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah swt. Nabi saw bersabda : 


كل ذنب عسى الله ان يغفر الا الرجل يموت مشركا او الرجل يقتل مؤمنا متعمد (رواه (ابو دود وابن حبان


“ Setiap dosa ada harapan Allah akan mengampuninya, kecuali seorang laki-laki yang mati dalam keadaan syirik atau seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaja “ (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Hibban). 

Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, Nabi saw bersabda : 


(لزول الدنيا اهون على الله من قتل رجل مسلم (رواه مسلم والترمذي


“ Sesungguhnya lenyapnya dunia akan lebih mudah bagi Allah daripada (hilangnya dosa) seseorang yang membunuh orang Islam.” (H.R. Muslim, Nasa’I dan Tirmidzi). 


Adapun balasan yang setimpal di akherat nanti adalah masuk neraka. Firman Allah swt : 

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :93) . 


3. Macam- Macam Qishash 

Berdasarkan pengertian dan hukum qishash yang telah diterangkan diatas, maka qishash terdiri dari dua macam yaitu : 

a. Qishash terhadap tindak pidana pembunuhan, apabila orang yang terbunuh orang yang terpelihara darahnya, 

b. Qishash terhadap tindak pidana penganiayaan, melukai, merusak atau menghilangkan manfaat/ fungsi anggota badan. 


4. Syarat-syarat Qishash Pembunuhan 

Hukuman qishash wajib dilaksanakan apabila memenuhi sayarat-sayrat sebagai berikut :

a. Pembunuh sudah baligh dan berakal sehat, anak-anak dan orang gila tidak dikenakan hukum qishash.Rosulullah bersabda : 

عن عائشة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن لبصغير حتى يكبر وعن المجنون حتى يعقل او يفيق متعمد (رواه ابن ماجه واحمد و ابو دود ) 

“ Dari Aisyah dari Nabi saw bersabda” Diangkat hukum (tidak berlaku hukuman) dari tiga perkara : Orang tidur hingga ia bangun, anak-anak hingga ia dewasa, orang gila hingga ia sembuh dari gila” (H.R. Ibnu Majah,Ahmad dan Abu Dawud). 

b. Pembunuh bukan orang tua dari yang dibunuh, jika orang tua membunuh anaknya, maka tidak wajib dilaksanakan qishash. Tetapi jika anak membunuh orang tua, maka wajib dilaksanakan qishash. Rasulullah saw bersabda : 

عن عمرابن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقص الاب من ابنه ولا يقص الابن من ابيه (رواه الترمذي


“ Dari Umar bin Khattab r.a diterangkan : Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh orang tua diqishash (sebab membunuh ) anaknya ” (H.R. Tirmidzi). 

c. Jenis pembunuhan adalah pembunuhan yang disengaja, pembunuhan yang seperti disengaja maupun tidak disengaja tidak ada hukum qishash. 

d. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya, artinya bukan orang jahat. Orang yang membunuh karena membela diri, meskipun pembunuhannya disengaja tidak ada hukum qishash. Juga orang mukmin yang membunuh orang kafir, murtad dan pezina muhshon tidak ada qishash atasnya.Nabi saw bersabda : 

(لا يقتل مسلم بكافر (رواه البخاري


“orang Islam tidak dibunuh karena membunuh orang kafir” (H.R. al-Bukhori) 

e. Orang yang dibunuh sama derajatnya, misalnya orang Islam dengan Orang Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan dan budak dengan budak. Allah swt berfirman dalam (Q.S. al Baqarah/ 2 :178) . 

f. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa,mata dengan mata, telinga dengan telinga dan lain-lain. Jadi hukuman bagi pelaku harus seimbang dengan yang dilakukannya, sehingga akan tegak keadilan. 


5. Qishash Anggota tubuh 

Setiap penganiayaan atau melukai anggota tubuh ada qishoshnya. Allah swt berfirman : 

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Q.S. al Maidah/5 :45 ) 


6. Pembunuhan Oleh Massa 

Pembunuhan yang disengaja yang dilakukan oleh sekelompok orang (lebih dari satu), maka semuanya harus diqishash. Baik orang yang langsung membunuh korban, orang yang menyediakan alat untuk membunuh, orang yang membiayai, orang yang membantu dengan pikirannya dan lain-lain, semuanya diqishash. Umar bin Khottab pernah melaksanakan hukum bunuh terhadap beberapa orang yang secara bersama-sama telah membunuh seseorang ditempat sunyi. Dalam suatu riwayat disebutkan sbb : 

عن سعيد ابن المسيت ان عمر رضي الله عنه قال خمسة او ستة قتلوا رجلا غيلة بموضع خال وقال لوتمالا عليه اهل صنعاء لقتلتهم جميعا (رواه الشافعى) 


“ Dari Said bin Musayyab, bahwa Umar r.a. telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seorang laki-laki secara tipuan di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : “Andaikan semua penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya, niscaya akan aku bunuh mereka semua ” (H.R. al Syafi’i). 


Ali bin Abi Tholib pernah mengqishash 3 orang yang bekerjasama membunuh seseorang. Bahkan Mughirah pernah mengqishash 7 orang yang bersekongkol melakukan pembunuhan. Menurut Ibnu Abbas meskipun 100 orang bersekongkol tetap harus diqishash. Jika pembunuhan tersebut ditangkap lebih dahulu maka terjadi beda pendapat, Imam Malik, Al Laits, dan Nakhai berpendapat bahwa orang yang menangkap dan membunuhnya harus dibunuh juga sebab termasuk berserikat. Syafi’I dan Hambali menyatakan bahwa pembunuhnya harus diqishash sedang yang menangkap dipenjarakan sampai mati, pendapat berdasarkan pendapat Ibnu Umar, bahwa Nabi saw bersabda : “ Jika ada seorang laki-laki menangkap laki-laki lain dan orang ketiga membunuhnya, maka yang membunuh harus dibunuh dan yang menangkap harus dipenjarakan ” (H.R. Daruquthni). 


7. Hikmah Qishash 


Dilaksanakannya hukum qishash banyak mengandung hikmah dan manfaat bagi kehidupan manusia. Allah swt berfirman : 

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Q.S. Al Baqarah /2 :179) 

Diantara hikmah qishash antara lain : 

a. Memberikan pelajaran kepada manusia untuk tidak melakukan kejahatan ataupun mempermainkan nyawa orang lain. 

b. Dengan adanya hukum qishash maka manusia akan merasa takut berbuat jahat pada orang lain, terutama penganiayaan tubuh dan jiwa manusia. 

c. Hukum qishash dapat melindungi jiwa dan raga manusia. 

d. Timbulnya ketertiban, keamanan dan kedaimaian dalam masyarakat, sebagai bukti janji Allah dalam Q.S. Al Baqarah /2 :179. 

e. Menunjukkan bahwa syari’at Islam itu luwes dalam menangani masalah, seolah-olah qishash itu kejam, tetapi bila dikaji lagi, justru dengan hukum qishash keadilan dapat ditegakkan dengan merata.