Sabtu, 26 Maret 2011

Posted by Byyou Pradana On 16.24

Pada tahap awal, Allah s.w.t. bermaksud mengajar manusia ketentuan-ketentuan yang bisa disebut dasar, dengan cara merubah kondisi manusia dari taraf binatang liar ke derajat akhlak tingkat rendah yang bisa dikatakan sebagai kebudayaan atau tamadhun. Kemudian Dia melatih dan mengangkat manusia dari tingkat akhlak yang mendasar ke tingkatan akhlak yang lebih tinggi. Sebenarnya perubahan kondisi alamiah demikian semua itu adalah satu proses, hanya saja terdiri dari beberapa tingkatan. Allah yang Maha Bijaksana telah memberikan sistem akhlak yang sedemikian rupa sehingga manusia bisa merambat dari tingkat akhlak yang mendasar ke tingkatan yang lebih tinggi. Tingkat ketiga dari perkembangan demikian itu adalah manusia berupaya memperoleh kecintaan dan keridhoan Pencipta-nya dimana keseluruhan wujud dirinya diabdikan kepada Allah s.w.t. Pada tingkat inilah keimanan para Muslim disebut sebagai Islam yang bermakna penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t. tanpa ada yang tersisa.


Dalam istilah bahasa Arab, kata Islam mengandung arti uang yang dibayarkan untuk menyelesaikan suatu perjanjian, atau menyerahkan urusan kepada seseorang, atau mencari kedamaian, atau menyerah mengenai suatu hal atau pandangan. Pengertian tehnikal daripada Islam dikemukakan dalam ayat:

‘Yang benar adalah, barangsiapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan ia juga berbuat kebajikan, maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhan-nya. Dan tak akan ada ketakutan menimpa mereka mengenai yang akan datang dan tidak pula mereka akan berdukacita mengenai apa yang sudah lampau’ (QS. Al-Baqarah:113).

Dengan demikian Islam berarti seseorang yang menyerahkan diri sepenuhnya di jalan Allah yang Maha Kuasa, yaitu orang yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah yang Maha Perkasa dalam mengikuti petunjuk-Nya dan berusaha mencari keridhoan-Nya, lalu bersiteguh melakukan amal baik demi Allah s.w.t.dan mengerahkan seluruh kemampuan dirinya untuk tujuan tersebut. Dengan kata lain ia menjadi milik Allah sepenuhnya, baik secara akidah mau pun pelaksanaannya.

Menjadi milik Allah secara akidah mengandung arti bahwa seseorang meyakini bahwa dirinya diciptakan sebagai mahluk yang mengakui Allah yang Maha Kuasa, patuh kepada-Nya serta mencari kasih dan keridhoan-Nya. Menjadi milik Allah dalam pelaksanaan bermakna melakukan segala sesuatu yang baik dengan segala kemampuannya secara rajin dan penuh perhatian seolah-olah melihat wujud yang Maha Terkasih sebagai cermin keitaatannya.

Realitas daripada Islam adalah seperti menyerahkan leher kita kepada Allah s.w.t. sebagaimana seekor domba kurban, meninggalkan semua keinginan diri sendiri dan mengabdi sepenuhnya kepada keinginan dan keridhoan Allah, melenyapkan diri di dalam Tuhan dan seolah memfanakan dirinya sendiri, diwarnai dengan kasih Allah serta taat penuh kepada-Nya semata-mata karena mengharapkan Kasih-Nya, memperoleh mata yang bisa melihat melalui Dia dan mendapatkan telinga yang bisa mendengar semata-mata melalui Wujud-Nya, menyempurnakan hati yang sepenuhnya diabdikan kepada-Nya, dan mendapat lidah yang bicara semata-mata berdasar perintah-Nya. Ini adalah tingkatan dimana semua kegiatan pencaharian telah berakhir, kemampuan manusia telah menyelesaikan semua fungsi-fungsinya dan ego manusia menjadi mati sama sekali. Pada saat itu barulah rahmat Ilahi akan memberikan kepada si pencari itu hidup yang baru melalui kata-kata-Nya yang hidup dan Nur-Nya yang bercahaya. Ia itu akan memperoleh kehormatan berkomunikasi dengan Allah s.w.t. dan sebuah Nur yang indah yang tidak bisa dikenali melalui penalaran biasa serta tidak dikenal oleh mata manusia, akan masuk ke dalam hatinya sebagaimana firman Allah:

‘Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya’ (QS. Qaf:17).

Melalui cara demikian, Allah mengaruniakan kedekatan Wujud-Nya kepada manusia. Kemudian datang saatnya dimana kebutaan yang bersangkutan diangkat dan matanya diberi wawasan mendalam dimana manusia akan melihat Tuhan-nya dengan mata yang baru, mendengar suara-Nya serta merasa dirinya diselaputi jubah Nur-Nya. Dengan cara demikian itulah tujuan agama tercapai dan setelah bertemu dengan Tuhan-nya maka manusia akan membuang baju kotor dari kehidupan rendahnya dan mengenakan jubah Nur serta menanti penampakan Allah dan surga, tidak semata-mata sebagai janji yang akan dipenuhi di akhirat, tetapi dalam kehidupan sekarang pun ia sudah akan memperoleh karunia pemandangan, komunikasi dan surga itu sendiri. Sebagaimana dinyatakan Allah s.w.t. bahwa:

‘Adapun orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil meyakinkan mereka: “Janganlah kamu takut dan jangan pula berduka cita, dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu” (QS. Ha Mim As-Sajdah:31).

Hal ini berarti bahwa para malaikat akan turun kepada mereka yang menyatakan bahwa Tuhan mereka adalah yang Maha Esa yang memiliki semua sifat sempurna, yang tidak mempunyai sekutu dalam Wujud maupun Sifatsifat-Nya, dimana setelah mengikrarkan demikian mereka lalu bersiteguh sehingga tidak ada yang namanya gempa bumi, bencana atau pun ancaman kematian bisa menggoyang keimanan mereka. Allah s.w.t. berbicara dengan mereka dan meyakinkan mereka agar tidak perlu merasa takut atas segala bencana atau musuh serta jangan merasa sedih atas segala kesialan mereka di masa lalu. Dia meyakinkan mereka bahwa Dia ada beserta mereka dan bahwa Dia telah mengaruniakan kepada mereka surga di dunia ini juga sebagaimana dijanjikan dimana mereka bisa bergembira di dalamnya.

Ini adalah janji yang sekarang ini pun telah dipenuhi. Banyak kesaksian dari ribuan orang dalam Islam yang rendah hati yang telah menikmati surga keruhanian sebagaimana dijanjikan dalam firman tersebut. Para penganut Islam yang benar oleh Allah yang Maha Kuasa telah dijadikan pewaris dari para muttaqi terdahulu dan mereka memperoleh karunia sama seperti yang telah diterima para pendahulunya itu.

Seseorang dikatakan Muslim jika seluruh wujudnya beserta seluruh kemampuannya, baik jasmani maupun ruhani, diabdikan seluruhnya kepada Allah yang Maha Agung dan amanah yang ditugaskan oleh yang Maha Agung dilaksanakan olehnya demi atas nama yang Maha Memberi. Ia itu harus memperlihatkan ke-Muslimannya tidak saja secara akidah tetapi juga dalam amal perbuatan. Dengan kata lain, seorang yang mengaku sebagai Muslim harus membuktikan bahwa tangan dan kaki, hati dan fikiran, penalaran dan pemahaman, kemarahan dan kasih, kelembutan dan pengetahuan, semua kemampuan jasmani dan ruhani, kehormatan dan harta bendanya, kesenangan dan kesukaan serta apa pun yang berkaitan dengan dirinya dari puncak kepala sampai ke alas kakinya, berikut dengan segala motivasi dirinya, segala ketakutan, segala nafsu, telah dibaktikan kepada Allah yang Maha Perkasa sebagaimana anggota tubuhnya sendiri berbakti kepada dirinya.

Harus dibuktikan bahwa ketulusannya telah mencapai suatu tingkatan dimana apa pun yang menjadi miliknya bukan lagi haknya tetapi menjadi milik Allah yang Maha Agung, dan bahwa semua anggota tubuh serta kemampuan dirinya telah demikian diabdikan kepada pelayanan Allah s.w.t. seolah-olah semuanya itu menjadi anggota tubuh Ilahi.
Renungan atas ayat-ayat tersebut (QS. Al-BAqarah:113) menunjukkan secara jelas bahwa mengabdikan hidup seseorang kepada pengkhidmatan Allah s.w.t., yang merupakan inti pokok daripada agama Islam, mengandung dua aspek. Pertama, bahwa Allah yang Maha Kuasa harus menjadi tumpuan kepercayaan dan sasaran yang haqiqi serta yang terkasih, dan bahwa tidak ada satu pun yang disekutukan dalam penyembahan Wujud-Nya, kecintaan kepada-Nya serta harapan kepada-Nya. Semua firman, batasan, larangan serta ketentuan-Nya harus diterima dengan kerendahan hati. Semua kebenaran dan pemahaman yang menjadi sarana untuk menghargai kekuasaan-Nya yang Maha Besar serta untuk meneliti keagungan luas kerajaan dan kekuasaan-Nya yang menjadi petunjuk untuk mengenali karunia dan rahmat-Nya, juga harus ditegakkan.
Aspek kedua dari pengabdian diri kepada pengkhidmatan Allah yang Maha Kuasa adalah dengan mengabdikan dirinya kepada mengkhidmati mahluk ciptaan-Nya, mengasihi mereka, berbagi beban dan kesedihan mereka. Selayaknya ia bersusahpayah untuk memberikan kesenangan kepada mereka dan mengalami kesedihan untuk bisa memberikan penghiburan.

Dari sini terlihat bahwa yang namanya realitas Islam itu adalah sesuatu yang amat luhur dimana tidak ada seorang pun bisa benar-benar mengaku Muslim sampai ia itu menyerahkan seluruh wujud dirinya kepada Allah s.w.t. berikut dengan segala kemampuan, nafsu, keinginan dan sampai ia mulai menapaki jalan itu sambil menarik diri sepenuhnya dari ego dan sifat-sifat ikutannya.

Seseorang disebut Muslim sejati hanya jika kehidupannya yang semula tidak mengindahkan apa pun, telah mengalami revolusi total dan kecenderungan kepada dosa berikut semua nafsu ikutannya, telah dihapus sama sekali, dimana ia memperoleh kehidupan baru yang dicirikan oleh tindakannya yang hanya melaksanakan perintah Allah, dan terdiri semata-mata dari kepatuhan kepada sang Maha Pencipta serta kasih kepada mahluk ciptaan-Nya. Kepatuhan kepada sang Maha Pencipta mengandung arti bahwa untuk memanifestasikan kehormatan-Nya, Keagungan dan Ke-Esaan-Nya, seseorang harus siap menghadapi segala bentuk perendahan dan penghinaan, dan ia harus siap mati beribu kali agar bisa menegakkan Ketauhidan Tuhan. Tangan yang satu harus siap memotong tangan yang lain dengan senang hati semata-mata demi ketaatan kepada-Nya dan kecintaan kepada keagungan Firman-Nya serta haus mencahari keridhoan-Nya dimana hal itu menjadikan dosa sebagai suatu yang sangat dibenci seperti api yang menghanguskan atau racun yang mematikan atau petir yang menghancurkan, sehingga seseorang harus melarikan diri menjauhi dengan sekuat tenaganya. Demi memperoleh keridhoan-Nya, kita harus menekan semua nafsu ego kita. Untuk menciptakan hubungan dengan Wujud-Nya, kita harus siap memasuki semua bentuk mara bahaya dan untuk membuktikan hubungan demikian, selayaknya kita memutuskan hubungan dengan yang lainnya.


Sabtu, 12 Maret 2011

Posted by Byyou Pradana On 22.00



Hawa nafsu bermakna kecenderungan dan kecintaan. Ia tidak hanya digunakan untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.


Ibnu Rajab mengatakan bahwa seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat didalam al Qur’an, demikian pula perbuatan-perbuatan bid’ah. Sesungguhynya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada syariat, karena itulah maka orang-orangnya disebut dengan Ahlul Ahwa.


Setiap hawa nafsu baik itu hawa syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan seorang hamba.


فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا


Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)


Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :
Mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135) 


Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.


وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ


Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4) 


Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.


“Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”(QS. Al A’raf [7] : 176) 


Mengikuti hawa nafsu akan membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.
Posted by Byyou Pradana On 21.29

Hawa nafsu terdiri dari dua perkataan: hawa (الهوى) dan nafsu (النفس).

"Dalam bahasa Melayu 'nafsu' bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan perkataan hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula bererti keberahian atau keinginan bersetubuh.

"Ketiga-tiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat)berasal dari bahasa Arab:
Hawa (الهوى): sangat cinta; kehendak.
Nafsu (النفس): roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha.
Syahwat (الشهوة): keinginan untuk mendapatkan yang lazat; berahi."

         Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam didalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran.

         Memperturuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.

      Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman,keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya.

       Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan dijalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.

Jumat, 11 Maret 2011

Posted by Byyou Pradana On 18.45
               Nafsu adalah kecondongan jiwa kepada perkara-perkara yang selaras dengan kehendaknya. Kecondongan ini secara fitrah telah diciptakan pada diri manusia demi kelangsungan hidup mereka. Sebab bila tak ada selera terhadap makanan, minuman dan kebutuhan biologis lainnya niscaya tidak akan tergerak untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan biologis tersebut.Nafsu mendorongnya kepada hal-hal yang dikehendakinya tersebut. Sebagaimana rasa emosional mencegahnya dari hal-hal yang menyakitinya. 

              Maka dari itu tidak boleh mencela nafsu secara mutlak dan tidak boleh pula memujinya secara mutlak. Namun karena kebiasaan orang yang mengikuti hawa nafsu, syahwat dan emosinya tidak dapat berhenti sampai pada batas yang bermanfaat saja maka dari itulah hawa nafsu, syahwat dan emosi dicela, karena besarnya mudharat yang ditimbulkannya.

               Sehubungan manusia selalu diuji dengan hawa nafsu, tidak seperti hewan dan setiap saat ia mengalami berbagai macam gejolak, maka ia harus memiliki dua peredam, yaitu akal sehat dan agama. Maka diperintahkan untuk mengangkat seluruh hawa nafsu kepada agama dan akal sehat. Dan hendaknya ia selalu mematuhi keputusan kedua peredam tersebut.

Pengendalian Hawa Nafsu
  • Tekad membara yang membakar kecemburuannya terhadap dirinya.

  • Seteguk kesabaran untuk memotivasi dirinya agar bersabar atas kepahitan yang dirasakan saat mengekang hawa nafsu,kekuatan jiwa untuk menumbuhkan keberaniaannya meminum seteguk kesabaran tersebut. Karena hakikat keberanian tersebut adalah sabar barang sesaat! sebaik-baik bekal dalam hidup seseorang hamba adalah sabar!

  • Selalu memeperhatikan hasil yang baik dan kesembuhan yang didapat dari seteguk kesabaran.

  • Selalu mengingat pahitnya kepedihan yang dirasakan daripada kelezatan menuruti kehendak hawa nafsu,kedudukan dan martabatnya di sisi Allah dan di hati para hamba-Nya lebih baik dan berguna daripada kelezatan mengikuti tuntutan hawa nafsu. 
  • Hendaklah lebih mengutamakan manis dan lezatnya menjaga kesucian diri dan kemuliaanya daripada kelezatan kemaksiatan.

  • Hendaklah bergembira dapat mengalahkan musuhnya, membuat musuhnya merana dengan membawa kemarahan, kedukaan dan kesedihan! Karena gagal meraih apa yang diinginkannya. Allah azza wa jalla suka kepada hamba yang dapat memperdaya musuhnya dan membuatnya marah (kesal). Allah berfirman : 

    Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan demikian itu suatu amal shaleh. (At-Taubah:120). 

    Dan salah satu tanda cinta yang benar adalah membuat kemarahan musuh kekasih yang dicintainya dan menaklukannya (musuh kekasih tersebut).

  • Senantiasa berpikir bahwa ia diciptakan bukan untuk memperturutkan hawa nafsu namun ia diciptakan untuk sebuah perkara yang besar, yaitu beribadah kepada Allah pencipta dirinya. Perkara tersebut tidak dapat diraihnya kecuali dengan menyelisihi hawa nafsu.
                Janganlah sampai hewan ternak lebih baik keadaannya daripada dirimu! Sebab dengan tabiat yang dimilikinya, hewan tahu mana yang berguna dan mana yang berbahaya bagi dirinya. Hewan ternak lebih mendahulukan hal-hal yang berguna daripada hal-hal yang membahayakan. Manusia telah diberi akal untuk membedakannya, jika ia tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang berbahaya atau mengetahui tetapi lebih mendahulukan yang membahayakan dirinya maka jelas hewan ternak lebih baik dari pada dirinya.

Senin, 07 Maret 2011

Posted by Byyou Pradana On 12.08
Kondisi umat Islam dewasa ini sangat memprihatinkan, secara umum dalam bidang kehidupan duniawi mereka bukan termasuk umat yang memegang peranan penting di dunia ini. Dalam beberapa hal tertentu umat Islam tertinggal dari umat yag lain terutama di bidang ekonomi dan politik. Di bidang ekonomi umpamanya, mereka masih mengandalkan kekuatan sumber daya alam dibandingkan dengan hasil produksi ataupun jasa, padahal sumber daya alam kebanyakan tidak bisa diperbaharui, lambat laun akan menyusut dan habis seperti halnya minyak bumi dan barang tambang merupakan sumber daya alam yang kalau sudah habis tidak akan tersedia lagi dalam waktu cepat. Di bidang politik umat Islam mengalami keadaan yang kurang menguntungkan, posisi mereka hampir terpinggirkan dalam konstalasi dunia yang diakibatkan oleh adanya propaganda hitam yang gencar melalui mass media yang canggih dari orang lain. Umat Islam dianggap umat yang punya peradaban masa lalu, teroris, tidak akomodatif dan sebutan lain yang menyudutkan.Kondisi terpinggirkan itu banyak diakibatkan oleh keadaan umat Islam itu sendiri yang lemah, mudah marah, dan mudah panik ketika menghadapi provokasi lawan. Hal tersebut diakibatkan oleh keterbatasan kemampuan mereka dalam sumber daya manusia dan dalam bidang kehidupan sehingga kurang mampu mengimbangi manuver lawan yang memang canggih dalam bidang kehidupan terutama dalam penguasaan ilmu dan teknologi.

Menurut saya, sekali lagi dan ini bukan hanya satu-satunya penyebab dari kurang beruntungnya umat Islam sekarang ini, adalah banyak diakibatkan oleh kurangnya kemampuan kaum Muslimin dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurangnya penguasaan pengetahuan tersebut banyak disebabkan oleh banyaknya orang di kalangan umat Islam yang masih punya anggapan bahwa penguasaan ilmu dan teknologi tidak begitu penting. Hal tersebut berlanjut kepada anggapan bahwa pendidikan ilmu dan teknologi adalah sesuatu yang diabaikan. Anggapan tersebut mungkin hanya berasal dari ajaran agama yang mereka pahami bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanyalah sementara sedangkan kehidupan akhirat itu abadi sehingga mereka lebih mementingkan persiapan menuju kematian (kehidupan akhirat) dan mengabaikan persiapan untuk kehidupan di dunia.

Pikiran atau paham tersebut memang betul kalau dilihat dari lamanya kehidupan seseorang atau pribadi, tetapi kalau kita melihat rentang waktu kehidupan masyarakat Islam yang sangat panjang bisa beratus, beribu tahun bahkan sampai akhir zaman. Mereka tidak menyadari bahwa keadaan kehidupan masyarakat dibangun oleh kehidupan individu (perseorangan). Kalau kehidupab perorangan memprihatinkan maka kehidupan masyarakat yang panjang itu juga akan memprihatinkan. Kalau kehidupan perorangan sekarang kurang memperhatikan kehidupan masyarakat jangka panjang maka kehidupan anak cucu dan keturunannya akan lebih memprihatinkan. Kesalahan mempersepsi dan mengambil keputusan hari ini akibatnya akan dirasakan oleh anak keturunan kita sampai beratus tahun kemudian. Orang yang mengabaikan kehidupan masyarakat masa depan adalah orang yang egois dan individualis, padahal banyak dalam ajaran Islam yang menganjurkan untuk memperhatikan nasib keturunan masa depan sebagaimana firman Allah : “Dan hendaklah kamu takut dengan keadaan anak keturunanmu yang lemah” atau sabda Nabi Muhammad SAW : “Walaupun kamu tahu besok hari akan terjadi kiamat sedangkan di tanganmu ada sebutir benih kurma maka tanamkanlah benih kurma itu”. Dua dalil naqli tersebut mengingatkan kita betapa kita harus menciptakan generasi yang akan datang dengan kondisi yang lebih baik dari kondisi sekarang.

Pendidikan merupakan sarana penting bagi mempersiapkan generasi muda untuk tampil dalam gelanggang pada masa yang akan datang. Sayngnya di masyarakat Islam keadaan pendidikan baik jumlah maupun mutu tidak menunjukkan keadaan yang menggembirakan. Contoh kasus di Indonesia, hasil statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa 78% penduduk Indonesia lulusan sekolah dasar ke bawah, 20% lulusan sekolah menengah, dan hanya 2% lulusan perguruan tinggi. Dari data tersebut berarti penduduk Indonesia yang mayoritas umat Islam sebagian besar berpendidikan rendah dan akibatnya bisa kita perkirakan sendiri. Data tadi menunjukkan dari segi kuantitas belum lagi jia kita lihat dari segi kualitas, masih sangat sulit kita menemukan sekolah-sekolah yang bagus di Indonesia. Sebagai contoh tidak ada satupun perguruan tinggi di Indonesia yang masuk lima puluh besar di urutan perguruan tinggi terbaik di Asia. Begitu pula sekolah menengahnya. Minim produk penelitian yang berkualitas sehingga sangat sedikit penemuan baru yang dilahirkan dar lembaga pendidikan. Hal itu diakibatkan oleh minimnya anggaran untuk pendidikan dan riset. Bahkan banyak negara Islam yang kaya lebih mementingkan anggaran belanja untuk pertahanan dibandingkan untuk riset dan pendidikan.

Kondisi inilah yang mengharuskan berbagai lembaga keagamaan Islam yang ada untuk mulai menyadari akan pentingnya lembaga pendidikan untuk menaikkan tingkat pendidikan di kalangan umat Islam. Kenapa harus lembaga Islam? Sebab bagaimanapun masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim masih mempunyai loyalitas yang kuat terhadap kelompok keagamaan dimana mereka bergabung. Mereka merasa terpanggil dan terlibat ketika lembaga keagamaan mereka atau organisasi massa mereka membuat amal usaha termasuk disana adalah lembaga pendidikan.

Memang kita telah mengetahui bahwa sudah banyak ormas Islam yang telah mendirikan lembaga pendidikan seperti sekolah, madrasah, maupun pesantren tetapi keberadaannya belum merata di seluruh pelosok tanah air dan juga kualitasnya masih berorientasi apa adanya. Sudah waktunya ormas Islam menggerakkan anggotanya untuk lebih meningkatkan partisipasinya dalam pendidikan umat sehingga mencapai hasil yang maksimal. Sumber dana masyarakat jauh lebih besar dibandingkan dengan sumber dana di pemerintah, sebab dana pemerintah pun sebenarnya banyak yang berasal dari dana masyarakat yang dikumpulkan melalui pajak dan retribusi.

Jadi, kalau saya membayangkan ketika mayoritas umat Islam telah mengalami pendidikan yang tinggi, maka akan terjadi keadaan umat Islam yang aqiedahnya kuat dan ilmu pengetahuannya luas dan dalam itulah yang akan melahirkan khoeru ummah yang disebutkan oleh Allah dalam QS Ali Imran. Dan menjadi umat yang dijanjikan Allah diangkat derajatnya karena beriman dan berilmu pengetahuan.

Minggu, 06 Maret 2011

Posted by Byyou Pradana On 12.30


Cara memperkuat iman sebenarnya sangatlah mudah yaitu kesadaran dari diri sendiri.
Apakah kamu selalu bersyukur atas apa yang ada dalam diri kamu dan atas apa kamu peroleh setiap harinya?
Itulah cara memperkuat iman yang paling besar pengaruhnya, yaitu selalu bersyukur.
Seperti yang telah Allah firmankan:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Qs. Luqman :12)

Dengan bersyukur kita akan selalu ingat atas apa yang Allah berikan kepada kita.
Cobalah lihat matahari setiap pagi, katakanlah:"Siapakah yang telah menciptakannya?"
Cobalah lihat bulan dimalam hari, katakanlah:"Siapakah yang telah menciptakannya?"
Cobalah lihat segala yang ada disekelilingmu, katakanlah:"Siapakah yang telah menciptakannya?"
Cobalah lihat dalam dirimu sendiri, katakanlah:"Kenapa aku hidup?" dll..
Katakanlah: "Dia-lah Allah yang telah menciptakan segalanya bagimu. karena itu janganlah lupa bersyukur kepada Allah dengan selalu taat terhadap perintahnya dan menjauhi larangannya.

Itulah salah satu (garis besar) untuk memperkuat iman, dengan selalu bersyukur kepada Allah dan beriman terhadap Allah dan adanya hari akhir pastilahkita tidak akan lupauntuk selalu bermohon kepada sang pencipta..
Amin. 

Kamis, 03 Maret 2011

Posted by Byyou Pradana On 18.11
Ibarat sebuah pintu, surga menbutuhkan sebuah kunci untuk membuka pintu-pintunya. Namun, tahukah Anda apa kunci surga itu ? Bagi yang merindukan surga, tentu akan berusaha mencari kuncinya walaupun harus mengorbankan nyawa.  Tetapi anda tak perlu gelisah, Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa sallam telah menunjukkan pada umatnya apa kunci surga itu, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits yang mulia, beliau bersabda (yang artinya):

 “Barang siapa mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh dengan penuh keikhlasan, maka dia akan masuk surga. “
(HR. Imam Ahmad dengan sanad yang shohih).

 

Ternyata, kunci surga itu adalah Laa ilaahaa illalloh, kalimat Tauhid yang begitu sering kita ucapkan. Namun semudah itukah pintu surga kita buka ? Bukankah banyak orang yang siang malam mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh, tetapi mereka masih meminta-minta (berdo’a dan beribadah) kepada selain Allah, percaya kepada dukun-dukun dan melakukan perbuatan syirik lainnya ? Akankah mereka ini juga bisa membuka pintu surga ? Tidak mungkin !

 

Dan ketahuilah, yang namanya kunci pasti bergerigi. Begitu pula kunci surga yang berupa Laa ilaaha illalloh itu, ia pun memiliki gerigi. Jadi, pintu surga itu hanya bisa dibuka oleh orang yang memiliki kunci yang bergerigi.

Al-Iman Al-Bukhori meriwayatkan dalam Shohih-nya (3/109), bahwa seseorang pernah bertanya kepada Al-Imam Wahab bin Munabbih (seorang Tabi’in terpercaya dari Shon’a yang hidup pada tahun 34-110 H) : “Bukankah Laa ilaaha illalloh itu kunci surga ? “Wahab menjawab : “Benar, akan tetapi setiap kunci yang bergerigi. Jika engkau membawa kunci yang bergerigi, maka pintu surga itu akan di bukakan untukmu !”.

 

Lalu, apa gerangan gerigi kunci itu Laa ilaaha illalloh itu ? Ketahuilah, gerigi kunci Laa ilaaha illalloh itu adalah syarat-syarat Laa ilaaha illalloh ! Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qoshim Al-Hambali An-Najdi rahimahullah, penyusun kitab Hasyiyyah Tsalatsatil Ushul, pada halaman 52 kitab tersebut menyatakan, syarat-syarat Laa ilaaha illalloh itu ada delapan, yaitu :

 

 

Pertama : Al-‘Ilmu (mengetahui), maksudnya adalah Anda harus mengetahui arti (makna) Laa ilaaha illalloh secara benar. Adapun artinya adalah : “Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Barang siapa mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, niscaya dia akan masuk surga.”
(HR. Muslim).
Seandainya Anda mengucapkan kalimat tersebut, tetapi anda tidak mengerti maknanya, maka ucapan atau persaksian tersebut tidak sah dan tidak ada faedahnya.

 

Kedua : Al-Yaqiinu (meyakini), maksudnya adalah anda harus menyakini secara pasti kebenaran kalimat Laa ilaaha illalloh tanpa ragu dan tanpa bimbang sedikitpun. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah sambil membawa dua kalimat syhadat tersebut tanpa ragu kecuali pasti dia akan masuk surga.
(HR. Muslim).

 

Ketiga : Al-Qobulu (menerima), maksudnya Anda harus menerima segala tuntunan Laa ilaaha illalloh dengan senang hati, lisan dan perbuatan, tanpa menolak sedikitpun. Anda tidak boleh seperti orang-orang musyirik yang di gambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an (yang artinya):
“Orang-orang yang musyrik itu apabila di katakan kepada mereka : (ucapkanlah) Laa ilaaha illalloh, mereka menyombongkan diri seraya berkata : Apakah kita harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kita hanya karena ucapan penyair yang gila ini ? “
(QS. As-Shoffat : 35-36).

 

Keempat : Al-Inqiyaadu (tunduk atau patuh), maksudnya Anda harus tunduk dan patuh melaksanakan tuntunan Laa ilaaha illalloh dalam amal-amal nyata. Allah subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
“Kembalilah ke jalan Tuhanmu, dan tunduklah kepada-Nya. “(QS. Az-Zumar : 54).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya):
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul (ikatan) tali yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh). “(QS. Luqman : 22).
Makna “menyerahkan dirinya kepada Allah” yaitu tunduk, patuh dan pasrah kepada-Nya.

 

Kelima : Ash-Shidqu (jujur atau benar), maksudnya Anda harus jujur dalam melaksanakan tuntutan Laa ilaaha illalloh, yakni sesuai antara keyakinan hati dan amal nyata, tanpa di sertai kebohongan sedikitpun. Nabi Sholallahu ‘alahi wa sallam bersabda (yang artinya) :
“Tidaklah seseorang itu bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, dia mengucapkannya dengan jujur dari lubuk hatinya, melainkan pasti Allah mengharamkan neraka atasnya. “
(HR. Imam Bukhori dan Muslim).

 

Keenam : Al-Ikhlas (ikhlas atau murni), maksudnya Anda harus membersihkan amalan Anda dari noda-noda riya’ (amalan ingin di lihat dan dipuji oleh orang lain), dan berbagai amalan kesyirikan lainnya. Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illalloh semata-mata hanya untuk mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla. “(HR. Imam Bukhori dan Muslim).

 

Ketujuh : Al-Mahabbah (mencintai), maksudnya anda harus mencintai kalimat tauhid, tuntunannya, dan mencintai juga kepada orang-orang yang bertauhid dengan sepenuh hati, serta membenci segala perkara yang merusak tauhid itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan di antara manusia ada yang menbuat tandingan-tandingan (sekutu) selain Allah yang di cintai layaknya mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman, sangat mencintai Allah diatas segala-galanya). “ (QS. Al-Baqarah : 165). Dari sini kita tahu, Ahlut Tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan Ahlus Syirik mencintai Allah dan mencintai tuhan-tuhan yang lainnya. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan isi kandungan Laa ilaaha illalloh.

 

Kedelapan : Al-Kufru bimaa siwaahu (mengingkari sesembahan yang lainnya), maksudnya Anda harus mengingkari segala sesembahan selain Allah, yakni tidak mempercayainya dan tidak menyembahnya, dan juga Anda harus yakin bahwa seluruh sesembahan selain Allah itu batil dan tidak pantas disembah-sembah. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan (yang artinya): “Maka barang siapa mengingkari thoghut (sesembahan selain Allah) dan hanya beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh pada ikatan tali yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh), yang tidak akan putus….”(QS. Al-Baqoroh : 256).

Saudaraku kaum muslimin dari sini dapatlah anda ketahui, bahwa orang yang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh hanya dengan lisannya tanpa memenuhi syarat-syaratnya, dia bagaikan orang yang memegang kunci tak bergerigi, sehingga mustahil baginya untuk membuka pintu surga, walaupun dia mengucapkannya lebih dari sejuta banyaknya. Karena itu perhatikanlah !

 

Wallahu a’lamu bish showwab !.

Posted by Byyou Pradana On 17.44
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Iman yang kuat pada dasarnya merupakan hasil dari process ‘mencintai Allah’, dan harus dipahami juga bahwa proses mencintai ini bukan merupakan proses sekali saja, namun merupakan sebuah proses yang berkelanjutan alias terus menerus.Secara umum langkah-langkah praktisnya adalah sebagai berikut:

Bergaul dengan orang-orang yang baik

Bergaulah dengan teman-teman yang baik dan tidak mendorong kepada keburukan, walaupun tidak mudah untuk bisa memperoleh teman yang baik, cobalah untuk mencarinya, setelah kita usaha jangan lupa untuk berdoa, Insya Allah akan mudah jalan-nya.
Saya ada sedikit cerita, salah seorang teman pada saat saya kuliah memiliki perangai yang tidak baik, suka berkata kasar dan memaki. Kemudian teman tersebut menyampaikan keluhannya kepada beberapa orang (termasuk saya), pada dasarnya di ingin berubah! Akhirnya dengan bantuan beberapa orang kita sepakat untuk selalu berbicara dengan bahasa Jawa halus dengan dia, Alhamdulillah dengan bantuan cukup banyak teman lainnya yang kemudian bergabung, akhirnya kebiasaan teman saya tersebut berubah dalam waktu 1 semester, sampai-sampai keluarganya-pun heran.

Memanage Hati dan pikiran


Coba untuk memanage hati dan pikiran hanya kepada hal yang terkait dengan pelajaran di kampus dan Islam, sibukkan diri kita dengan hal-hal tersebut, bagaimana caranya? salah satu cara yang sering saya gunakan adalah dengan menantang diri saya sendiri untuk mempelajari suatu hal dalam kurun waktu tertentu.
Hal yang saya pilih untuk dipelajari adalah segala sesuatu yang saya alami atau akan saya hadapi, misal saya harus bepergian jauh minggu depan, maka saya menantang diri saya sendiri untuk harus bisa paham hukum safar (bepergian) sebelum saya berangkat. Jadi dalam kurun waktu 1 minggu tersebut saya gunakan untuk mencari dan mempelajari mengenai hukum safar.
Cobalah untuk melakukan hal tersebut secara terus menerus, karena Islam memberikan jawaban tuntas mengenai berbagai masalah yang dihadapi manusia, maka jangan ragu untuk menggunakannya sebagai pemecah berbagai permasalahan yang anda temui.

Memperbanyak membaca / mendengarkan Al-Quran


Biasakan untuk membaca al-Quran setiap hari, tidak ada batasan waktu untuk membaca al-Quran, bisa kita lakukan kapan saja. Untuk memperdalam pemahaman kita terhadap al-Quran, bacalah juga arti/maknanya, gunakan Al-Quran yang ada terjemahnya / tafsirnya, seringlah bergabung dengan majelis-majelis tafsir al-Quran.
Dalam sehari tentunya kita harus melakukan berbagai kegiatan, diantara kegiatan yang kita lakukan tersebut biasakanlah memperdengarkan Al Quran, (coba ganti lagu2 yang biasanya kita dengarkan dengan Murrotal Al-quran), bila tidak memiliki kasetnya, cari pinjeman atau beli, bila belum paham bahasa arab, tidak masalah, dengarkan saja dulu, karena mendengarkan-nya-pun mempunyai nilai ibadah.
Jangan lupa juga untuk mengisi MP3/MP4 player kita (kalo punya) dengan file-file mp3 al-Quran, dengarkanlah al-Quran disela-sela perjalanan ke kampus dan berusahalah untuk menghapalkannya.
Ganti nada dering ponsel atau nada tunggu ponsel kita dengan bacaan Al-Quran atau bacaan Hadist, sehingga orang yang mendengarkannya-pun insya Allah memperoleh barokah, misal ada orang yang mau marah-marah kepada anda, waktu dia mau nelpon anda, terdengarlah nada tunggu al-Quran atau Hadist tsb, bisa jadi marahnya hilang.
Kalo sering mendengarkan radio coba cari radio yang islami, biasanya cukup banyak radio islami yang menyediakan acara tanya jawab langsung, baik melalui sms atau telepon, Insya Allah ini akan sangat membantu kita untuk menyelesaikan berbagai permasalah yang sedang kita hadapi secara real time dan cepat.

Perbanyak membaca buku-buku Islam


Isi waktu luang dengan membaca buku-buku islam, (bisa dilakukan sambil mendengarkan murottal Alquran / Radio islami) carilah buku islami dengan topik yang disenangi, selain buku islam ilmiah (non fiksi), saat ini cukup banyak cerpen atau buku fiksi islami.
Karena pada dasarnya semua hal saling berhubungan dalam Islam, maka sekali kita memulai mempelajari satu topik, cepat atau lambat semua topik akhirnya akan kita pelajari juga. Coba saja.

Mencoba untuk memecahkan permasalahan sosial dengan islam


Pengetahuan/ilmu dalam islam pada dasarnya harus diwujudkan dalam pemahaman serta sikap dan tingkah laku, tidak bisa kita hanya tahu saja tanpa kita melakukan sesuatu. Karena setiap ilmu akan dimintai pertanggung jawabannya, maka jadikanlah ilmu yang telah kita miliki bermanfaat.
Lihat sekitar anda, pasti akan ada cukup banyak masalah yang bisa diselesaikan dengan islam, misal memberikan santunan kepada fakir dan miskin, mensholatkan dan mengurus jenazah, memakmurkan mushola atau masjid, menegakkan syariah dll.
Anda bisa melakukannya sendirian atau lebih bagus bila berkelompok (jamaah), karena akan memperkuat hati kita (dengan banyaknya teman) dan sekaligus mengasah pemahaman kita (kita bisa ngecek pemahaman kita terhadap suatu masalah kepada teman-teman kita) serta dalam waktu bersamaan turut berjuang bersama menegakkan Islam. 
Cobalah berinterkasi langsung dengan masyarakat, kalo biasanya kita menunaikan zakat, infaq, sodaqoh melalui lembaga ZIS, coba dengan usaha kita sendiri kita cari dan salurkan kepada mereka yang memerlukan. Cobalah terlibat langsung dalam prosesi pengurusan jenazah, memandikan, mensholatkan dan menguburkannya dll.